Akhirnya, masa seminggu berlalu dengan jalan-jalan sekitar desa (oleh ibuku) dan melihat air terjun indah di desa Haggard (oleh Janet). Dan, lusa lah perpisahanku dengan desa ini.
Aku mengemas barang-barangku dengan lesu. Ya, kulitku memang sudah banyak menyoklat selama musim panas ini, dan tanganku menjadi kasar. Tapi, yang penting aku sehat, kata ibuku.
Lalu, aku memutuskan kembali ke sungai, tempat kenangan ku bersama Rick, dengan Brozzie. Aku turun dari Brozzie, dan duduk dibatu besar. Namun aku terkejut dengan suara di belakangku.
“Clare!”
Aku menoleh. Rick datang, dengan terengah-engah. Ia memakai t-shirt biasa, untuk jalan-jalannya sehari-hari. Aku hendak pergi, namun ia berhasil menangkapku.
“Ku mohon, jangan pergi dulu.”
“Lepaskan aku!” jeritku.
“Tolonglah.. ku mohon!”
“Lepaskan!”
“Clare! Kau harus mendengarku dulu—tolong!”
“Tidak!”
“Please Clare! Dengarkan aku satu menit saja!”
“Tidak mau, da—“
Tapi aku takkan pernah menyelesaikan kata-kataku, karena ia menciumku tepat di bibir. Ciumannya membuatku ingat semua kenangan kita berdua yang hanya sedikit, dan membuatku serasa terbang ke awang-awang.
“A-apa!?” seruku sambil memegang bibirku. Bekas ciumannya, yang ragu-ragu, masih membekas disitu.
Ia tak bicara apa-apa, melainkan berlari pergi.
“Rick!” panggilku. Ia tetap berlari pergi meninggalkanku. Mungkin saja untuk selama-lamanya.
“Tapi Rick!” aku menangis. “A-aku mencintaimu!”
Ia melesat datang, sambil nyengir. “Aku sudah memperkirakan kau akan berkata begitu.” Katanya.
Aku terperanjat. Artinya, aku masuk dalam jebakannya!
“huuh..” kataku, sok cuek lagi. “Ya sudah, sana pergi.” Aku mengelap air mataku, tak berani menatapnya.
“Tak apa, aku sudah putus dengan Sherleen kok.” Jelasnya. Horeee.. berarti ada kesempatan dong. Lalu, aku ingat hariku tinggal dua lagi di desa ini. Aku mencoba melepaskan pegangannya.
Tapi tiba-tiba aku mendapat ide. “Sudahlah Rick.” Desahku sambil menangis. “A-aku tahu kok ini hanya cinta bertepuk sebelah tangan saja—aku tahu semenjak pertama melihatmu, pasti kau takkan mau dengan ku, gadis kota yang sok cuek ini.”
Dan.. Rick mendesah tak sabar juga. “Bu-bukan begitu maksudku!”
Aku berlari menuju Brozzie, dan menaikinya. “Baiklah, ini kenangan indah denganmu. Aku tahu, kau mau pacaran dengan Sherleen pun tak apa kok. Mungkin, pacarku ada di suatu tempat lain.” Kataku, lalu bersiap untuk pergi dengan Brozzie.
Tapi secepat kilat ia menaiki Brozzie. “Tapi Clare!” katanya, “Ayolah, aku hanya bercanda mempermainkanmu tadi. Tapi, iya, aku-aku..”
Aku tak tahan lagi berakting. “Katakanlah, Rick. Jangan jadi pengecut!” balasku sambil tertawa. Ia menatapku jengkel. “Kau mempermainkanku juga!” katanya, lalu kami tertawa.
Aku memikirkan satu hal yang masih tersimpan di benakku.
“Rick—“ kataku serius. Ia juga kembali serius. “—tapi, apa kau menjagaku hanya karena janjimu pada ayahku?”
Kemudian ia tertawa. “Oh, tolonglah!” katanya, “Tentu saja tidak. Kau tahu kan, apa perasaanku, dan sejak kapan aku merasakannya?”
Aku benar-benar bingung. “Perasaanmu apa? Dan sejak kapan kau rasakan?”
Ia menunggang Brozzie dengan lincah. “Kau benar-benar tidak peka ya, Clare.”
Dan, ia mengajakku ke Summer Festival. Di sana ia mengajakku berdansa—walaupun begitu, aku belum mendapat jawaban atas pernyataanku.
“Clare..” Ibu duduk di kursi depan (ayahku mengemudikan mobil)”—bukannya kau harus mengucapkan selamat tinggal pada seseorang?”
Aku berpikir sejenak. “Ibu, dia kan anak desa, lagipula mana mungkin—“
BLAAK pintu mobil menjeblak terbuka. Aku, yang duduk di kursi belakang, terkesima melihatnya. Rick, dengan sangat tampan, masuk dan duduk disebelahku.
“Maafkan keterlambatanku, Mr. McFarrel.” Katanya, lalu ayahku mengemudikan mobil keluar desa Haggard.
Aku berbisik padanya, “Hei, Muller! Mengapa kamu ke kota!?”
Katanya, “Tapi kan, aku tak bisa meninggalkan gadis yang kusuka pergi ke kota.”
Aku terkejut. “Ja-jadi?”
“Ya, aku akan menuntut ilmu dikota, sampai universitas nanti. Dan selama ini, taukah kau dimana aku akan tinggal?”
“Dimana!?” tanyaku penasaran. Mungkin ia akan tinggal disuatu tempat dengan Sherleen atau Fifian..
“Di rumahmu. Kata ayahmu, ia bersedia membagi satu kamar denganku, hingga aku ke universitas, dengan janji akan selalu menjagamu. Dan lagi –“ ia mendeham perlahan, mencoba untuk tidak menarik perhatian ayah dan ibuku. “—aku kan tak mungkin meninggalkan mu sendiri.”
Dan aku yakin, masa-masa bersamanya akan tercapai di depan, dengan kenangan desa Haggard yang tetap akan tersimpan di hatiku.
Sampai jumpa desa Haggard, terimakasih ku yang dalam padamu, karena telah memberikanku kenangan terindah dengan pacar baruku yang usil ini.
--dan mobil kami melaju melewati batas Haggard-New York.
END
0 komentar:
Posting Komentar
Any question or comment?