Chapter 2 – Is This Love ?
Dia-Rick, memakai atasan kemeja kotak-kotak, dan celana blue jeans. Rambutnya diatur ke atas, agak berantakan. Dan ia memakai boot coklat. Ku akui, penampilannya memang agak berantakan dengan lumpur di bootnya, namun aku suka style nya.
Mobil ayahku menderum pergi, meninggalkan aku dan Rick berdua. Ibuku sudah masuk, tentu saja. Ia orang yang rapi, dan ia masuk ke rumah untuk mengatur segalanya dirumah tersebut.
“Halo.” katanya. Suaranya khas remaja laki-laki, agak berat namun ada sedikit suara tingginya. Suaranya juga dalam. Dan sama sekali tidak bergetar.
“Ha-halo.” balasku bergetar. Aku yakin ia agak tertawa mendengarku bicara, namun segera berkata lagi.
“Namaku Rick.” Ia menjulurkan tangannya.
“Aku- Clare.” Aku membalasnya.
Tangannya hangat. Jarang aku menjabat tangan lelaki yang hangat – kecuali ayahku dan guru Olahragaku.
Lalu ia menuntunku ke belakang rumah, dan disana ada 2 ekor –
KUDA!
Aku menyingkir, tidak mau mendekat ke kuda itu. Yang satu berwarna coklat, yang satu hitam pekat. Ia menaiki kuda yang berwarna hitam.
“Yang coklat kudamu, ayahmu membelikannya. Namanya Brozzie. Ia jinak kok – aku sudah sering menaikinya.” kata Rick.
Aku tetap tak mau mendekat, namun ia menuntun kudanya dan kudaku mendekat. Lalu ia turun, dan membantuku naik.
“Pada hitungan ketiga ya, satu, dua, tiga, HUP!” ia mengangkatku loncat ke punggung kuda ku, lalu kembali naik ke kudanya. Kami berjalan menyusuri jalan desa yang sepi.
“Badanmu enteng.” katanya.
“Oh ya, itu untuk menjaga agar aku tak gendut-gendut.”
Ia tertawa, namun menyembunyikannya. Lalu kami berjalan dalam diam.
Lalu kami sampai di sebuah padang rumput. Ia mengajakku masuk, dan berlari mengelilingi padang rumput itu.
Aku memerhatikan dari jauh. Tertawanya indah. Apalagi matanya. Di perjalanan tadi, aku sering meliriknya. Aku memperhatikan matanya yang berwarna biru, indah sekali –
Oh, apa yang kulakukan! Aku harus mempelajari caranya berkuda yang tepat! Karena tadi aku masih agak hampir terjatuh.
“Baiklah, giliranmu.” Katanya lalu turun dari kudanya. Aku menatapnya ngeri.
“Apa maksudmu!? Aku- aku tak mau naik ‘ini’ lagi! Ini membuat ku mual!”
Padahal itu bohong besar. Aku suka naik Brozzie – ia tak pernah tiba-tiba melompat, dan ia selau berjalan dengan kecepatan yang kuinginkan.
“Oh, ayolah.” Ia membetulkan sadel kudaku. “Tadi kau lumayan bisa kok. Tinggal menyempurnakan saat berjalan saja. Lalu, aku akan mengajarimu cara berlari sepertiku tadi dengan kuda.”
Aku tetap tidak mau. Ingin turun tapi – aku tak bisa turun sendiri.
Ia naik ke atas kudaku, dan duduk di belakangku. Lalu ia memegang pelana kudaku. “Aku akan mengajarimu caranya.”
Tangannya hangat, aku merasakannya saat tangannya berada di atas tanganku, mengajariku memegang pelana. Tidak – aku tak mau merasakan ini. Aku tetap akan bersikap cuek padanya.
“—dan jangan menekan terlalu kencang. Ia akan meringkik dan kau akan terlompat.”
Oh, aku tak peduli!
“Memangnya kenapa!? Ini kudaku kan, kendalinya ada padaku! Kalau aku mau menekan, ya, terserah dong!”
“Yaah—tapi pelajaran berguna juga untukmu.” katanya lagi. Aku tak mengerti maksudnya, tapi aku mau berpura-pura cuek. Jadi aku menekan sekitar leher Bronzzie dengan keras.
“KIIIIIIIIIIIIIIIIIKKK!”
Kudaku meringkik keras dan melompat melewati pagar. Ia berlari terus dengan menabrak-nabrak gerobak jerami – terus hingga masuk ke –
Sungai.
JBUUUUUUUUUUUUUURRR
Aku masuk ke sungai, dengan Bronzzie dan Rick. Oh tidak – aku juga tak bisa berenang!
“Tolooooong!” kataku, megap-megap meminum air. Lalu aku pingsan.
Rasanya hangat. Tapi bercampur dingin. Aku terbatuk, lalu membuka mataku.
Aku melihat bajuku—basah. Kakiku yang hanya dilapisi rok selutut, tertutup dengan kemeja kotak-kotak.
Kemeja kotak-kotak?
Rick sudah melepas bajunya dan duduk di batu besar dekat sungai. Bronzzie sedang melahap rumput. Aku terduduk.
“K-kau! A-apa yang ka-kau la-lakukan!?” seruku pada Rick. Rick menoleh lalu berjalan menghampiriku.
“Kan sudah kubilang, kau harus diberi pelajaran sedikit. Ya sudah, inilah akibatnya.” Katanya santai.
“Berarti kau membiarkanku hampir meninggal!”
“Tidak, karena aku menolongmu.”
Aku terdiam. Tapi ia benar – ia dititipkan tugas oleh ayahku untuk menjagaku, tak mungkin ia akan mencelakakanku.
“Ooh.” Aku merasa pipiku memerah. “Te-terimakasih.”
Ia nyebur ke sungai, lalu berenang bolak-balik. Dengan iri, aku melihatnya berenang dengan lincah. Ia melihatku menatapnya, dan berhenti berenang sejenak.
“Kenapa? Kau mau berenang?” ia mengeringkan tubuhnya dengan bajunya, dan duduk di atas Bronzzie. “Besok aku datang lagi. Aku akan mengajarimu berenang. Sekarang, ayo pulang.”
Bersambung
Next -- chapter 3 : It's So Hard to Be Don't Care to The Person You Love
Ringkasan ch. 3 : Akhirnya, Clare diajak ke sungai untuk belajar renang oleh Rick. apa yang terjadi disana? Dan Clare menemukan bahwa -- susahnya menjadi cuek untuk orang yang kau sukai, pada pandangan pertama.
0 komentar:
Posting Komentar
Any question or comment?